Rabu, 05 Oktober 2011

GENDER

Isu Gender, ya mungkin istilah ini sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat kita. Istilah tersebut di Indonesia sering dikaitkan dengan emansipasi wanita. Namun pada beberapa kalangan istilah tersebut nampaknya merupakan sesuatu yang dibenci bahkan selalu dianggap berbau negatif, sebab terkait erat dengan gerakan feminism (feminisme) di Barat. Ide dasar gerakan yang mengusung kesetaraan gender tersebut merupakan suatu bentuk protes terhadap ketidak adilan terhadap perempuan, yang menjamur bukan saja di Indonesia tetapi di Negara-negara lainnya. Penulis dalam hal ini tidak berada di posisi pro maupun kontra, tetapi yang terpenting bagi penulis, bagaimana menyikapi semua itu dengan kacamata sebagai outsider tentunya dengan “tetap mempertahankan yang lama yang baik, dan mengambil sesuatu yang baru yang bermanfaat”.

Feminisme sebenarnya merupkan konsep yang timbul dalam kaitannya dengan perubahan social, teori-teori pembangunan, kesadaran politik perempuan dan gerakan pembebasan kaum perempuan. Memang bukanlah sesuatu yang mudah untuk merumuskan pengertian feminisme yang diberlakukan secara universal disemua tempat. Sebab feminisme tidak mengambil dasar konseptual dan paradigmanya dari rumusan teori yang monolitik. Oleh karenanya pengertian feminisme menjadi multifaces (banyak wajah) dan beragam. Misalnya saja, dalam masyarakat Barat feminisme dipahami sebagai gerakan perempuan yang memperjuangkan hak-haknya serta menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, namun dalam hal ini, mereka terkesan ‘membenci’ atau anti kaum laki-laki dan menganggap laki-laki sebagai biang ketertindasan kaum perempuan. Lain halnya dengan gerakan emansipasi di Indonesia. Gerakan ini tidak terkesan ‘galak’ dan tidak membenci kaum laki-laki. Gerakan ini ingin menyadarkan masyarakat agar memperlakukan perempuan dengan lebih fair (adil). Kita tidak memungkiri satu hal bahwa memang masyarakat kita sarat dengan ideology patriarkhi, yang mengakibatkan kaum perempuan mengalami bias (ketimpangan) gender. Tidak hanya sampai disitu, keadaan tersebut juga didukung kuat oleh faktor interpretasi teks-teks agama yang bias gender, sehingga diperlukan semacam dekonstruksi sekaligus rekonstruksi paradigmatik terhadap model penafisran yang cenderung meminggirkan kaum perempuan.

Kondisi masyarakat yang selama ini selalu menempatkan perempuan dalam posisi inferior dan Iaki-laki superior, bukankah merupakan sebuah tindakan yang kurang pas. Sehingga hal itulah yang memunculkan diskriminasi, marginalisasi, subordinasi, bahkan kadang-kadang memberikan stereotype yang rendah terhadap kaum perempuan. Oleh karena itu, hal tersebut lebih dari cukup untuk kita sadari bahwa sudah saatnya kita mau untuk memperbaiki kekeliruan yang mengglobal dalam masyarakat kita.

Kita tentu tidak akan menerima mentah-mentah sebuah produk pemikiran tanpa mengkaji terlebih dahulu hal tersebut. Semangat feminisme akan membuka mata, hati dan pikiran kita semua untuk memperlakukan sesama dengan sama. Substansi dan semangat positif feminisme bukanlah ingin mengatakan bahwa feminisme yang hendak kita ambil adalah faham atau pemberontakan terhadap kaum laki-laki, tetapi lebih pada sebuah paham yang ingin menghormati dan menghargai perempuan agar tercipta suatu justice (keadilan) dan equality (kesetaraan) dalam system dan struktur masyarakat, sehingga perempuan bisa lebih optimal dan setara, tidak ada diskriminasi, marginalisasi dan subordinasi.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates